Subjek dan Objek Pajak serta
Tarif Pajak
Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2000 Tentang PPh pasal 2 disebutkan
siapa yang menjadi subjek pajak, selain itu subjek pajak terdiri dari subjek pajak dalam
negeri dan luar negeri. Subjek pajak adalah siapa yang akan dikenakan
pajak. Mengacu pada Rusjdi
(2004), yang menjadi subjek pajak adalah
:
a. 1. orang pribadi
2.
warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
b. Badan
c. Bentuk
usaha tetap
Dalam pasal 2
ayat (3) disebutkan yang dimaksud subjek pajak dalam negeri adalah :
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi
yang dalam satu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai
niat untuk bertempat tinggal
di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
Sedangkan dalam pasal 2 ayat
(4), yang dimaksud subjek pajak luar negeri adalah :
a. Orang
pribadi yang bertempat tinggal
di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk badan usaha tetap di
Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan
di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk badan usaha tetap
di Indonesia.
Yang dimaksud objek pajak adalah apa yang akan dikenakan pajak. Dalam UU No.17 Tahun 2000 Tentang PPh pasal 4 menyebutkan bahwa yang menjadi objek
pajak adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan
dengan nama dan dalam bentuk apapun. Mengacu pada Djuanda,
Ardiansyah & Lubis (2003), penghasilan-penghasilan yang menjadi objek pajak
antara
lain :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi,
uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam undang-undang ini.
b. Hadiah dari undian
atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba
usaha.
d. Keuntungan
karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk :
• Keuntungan karena
pengalihan harta kepada
perseroan, persekutuan dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
• Keuntungan karena
diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya
karena pengalihan harga kepada
pemegang saham, sekutu atau anggota.
• Keuntungan karena
likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan
atau pengambilalihan usaha.
• Keuntungan karena pengalihan harta berupa
hibah,
bantuan
atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada
keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan social atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
a.
Penerimaan kembali pembayaran pajak
yang telah dibebankan sebagai biaya.
b.
Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang.
c.
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk deviden dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis,
dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
d. Royalti.
e. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
f.
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
g. Keuntungan karena pembebasan
hutang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
h. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
i.
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
j. Premi asuransi.
k. Iuran
yang diterima atau diperoleh
perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas.
l. Tambahan kekayaan
neto yang berasal
dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.